“Pada akhir zaman, akan muncul sekelompok anak muda usia yang bodoh akalnya. Mereka berkata
menggunakan firman Allah, padahal mereka telah keluar dari Islam, bagai keluarnya anak panah dari busurnya. Iman mereka tak melewati tenggorokan. Di mana pun kalian jumpai mereka, bunuhlah mereka. Orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala di hari kiamat.”
KUTIPAN bernada provokatif di atas
terpampang sebagai moto sebuah buku mungil yang judulnya menyiratkan peringatan
keras: Bahaya Islam Liberal. Buku saku setebal 100 halaman itu ditulis Hartono
Ahmad Jaiz, 50 tahun, seorang mantan wartawan. Meski kecil, buku tersebut bisa
berdampak besar karena mengandung pesan “penghilangan nyawa”.
Moto itu bukan sembarang untaian
kata. Melainkan terjemahan hadis Nabi Muhammad SAW, yang tersimpan dalam kitab
Al-Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari. Mayoritas kaum muslim menilai hadis
hasil seleksi Bukhari memiliki kadar kesahihan amat tinggi. Jadi, perintah
membunuh dalam hadis itu bisa dipahami sebagai kewajiban syar’i (bemuatan
agama) yang bernilai ibadah.
Buku itu terbit Januari 2002,
bersamaan dengan maraknya pemberitaan tentang komunitas anak muda yang
menamakan diri Jaringan Islam Liberal (JIL). Penempatan hadis riwayat Ali bin
Abi Thalib tersebut sebagai moto buku mengundang pertanyaan: apakah Islam
liberal yang dikupas buku itu, dengan demikian, sudah masuk kriteria kelompok
yang dimaksud isi hadis, sehingga wajib dibunuh