0

Mengenal aliran sesat Jaringan Islam Liberal


“Pada akhir zaman, akan muncul sekelompok anak muda usia yang bodoh akalnya. Mereka berkata
menggunakan firman Allah, padahal mereka telah keluar dari Islam, bagai keluarnya anak panah dari busurnya. Iman mereka tak melewati tenggorokan. Di mana pun kalian jumpai mereka, bunuhlah mereka. Orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala di hari kiamat.”
KUTIPAN bernada provokatif di atas terpampang sebagai moto sebuah buku mungil yang judulnya menyiratkan peringatan keras: Bahaya Islam Liberal. Buku saku setebal 100 halaman itu ditulis Hartono Ahmad Jaiz, 50 tahun, seorang mantan wartawan. Meski kecil, buku tersebut bisa berdampak besar karena mengandung pesan “penghilangan nyawa”.
Moto itu bukan sembarang untaian kata. Melainkan terjemahan hadis Nabi Muhammad SAW, yang tersimpan dalam kitab Al-Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari. Mayoritas kaum muslim menilai hadis hasil seleksi Bukhari memiliki kadar kesahihan amat tinggi. Jadi, perintah membunuh dalam hadis itu bisa dipahami sebagai kewajiban syar’i (bemuatan agama) yang bernilai ibadah.
Buku itu terbit Januari 2002, bersamaan dengan maraknya pemberitaan tentang komunitas anak muda yang menamakan diri Jaringan Islam Liberal (JIL). Penempatan hadis riwayat Ali bin Abi Thalib tersebut sebagai moto buku mengundang pertanyaan: apakah Islam liberal yang dikupas buku itu, dengan demikian, sudah masuk kriteria kelompok yang dimaksud isi hadis, sehingga wajib dibunuh
0

Kau bagian dariku

Kalimat tasbih seperti biasa mengiringi setiap langkah kaki Hamidah kemana pun. Nafasnya menjadi dzikir yang tiada hentinya. Matanya selalu mengecil setiap kali melihat tanda-tanda kebesaran Allah di mana pun karena terhimpit oleh senyum kecilnya yang penuh makna. Ia tak sendiri, burung-burung kecil pun ikut bertasbih saat Hamidah melewatinya, seakan menyambutNya di pagi hari.

Sebuah tas ransel menggantung di punggungnya, selalu menemani setiap hari kemana pun, tanpa mengeluh walau cuaca panas bukan main, walau tajamnya air hujan menusuk, dan hanya terguncang pelan karena langkah kaki Hamidah yang tumaninah.

Kelas masih sepi ketika ia memasukinya. Ia berhenti tepat di samping tempat duduknya. Memandangi sosok perempuan mungil di hadapannya. Gadis itu mengenakan kerudung segi empat yang bagian pinggirnya di biarkan menggantung begitu saja. Tubuh gadis itu berguncang. Di balik kerudung putihnya tampak merah hidungnya.“kau menangis lagi?” gumam Hamidah. Mampu membuat gadis di hadapannya menoleh padanya.

Tatapan kadis itu begitu rapuh. Matanya sudah sangat merah. Bagian pinggirnya bengkak. Dengan sedikit terisak ia membuka mulutnya, ingin berbicara, namun tak ada yang keluar. Kemudian ia menutup bibirnya rapat-rapat. Kembali menangis.
 
Copyright © * SEMBILAN_GHE *